16.12.06

ular dan senjata api

menjelang pagi. setelah usai genderang subuh ditabuhkan. berada dalam ruang berbeda. dalam perjalanan di sebuah wilayah tak bertuan, aku terbenam diantara rawa kecil terakhir di seberang hamparan tanah kering. seekor ular, tak lebih satu meter, sisik didominasi hitam dengan putih mengelilinginya. bergerak mendekat. sesaat ia menerkam kakiku yang masih terbenam di lumpur rawa. kutarik kepala kecilnya. ia berontak. tak bergerak menjauh. gigi kecil putihnya mengarah ke wajah. tak ada sakit terasa.

secepatnya aku menarik tubuhnya yang licin. terlepas ia dari wajahku. dari ujung ekor. kutarik tubuhnya yang berlendir. perlahan badannya memutih. sisik luar terlepas. melepas dari dirinya. sisik hitam kelam nampak berkilau di balik kulitnya yang terlepas. kepalanya mulai tercekik. tak jua habis jiwanya. sesaat aku tak mampu memandangnya. tak ada yang terlihat. suram. gelap.

"warga sipil tak lagi boleh memegang senjata api" ujar seorang pejabat kepolisian. "senjata api hanya bagi atlet olahraga menembak. selama ini sering kali senjata api disalah gunakan". siaran berita di saluran televisi negeri. aku berada di antara alam nyata dan ruang berbeda. tak jelas lagi dimana ular tadi berada. entah kapan ia akan kembali. entah waktu kapan ia akan datang. mungkin aku tak bisa menembak ular itu dengan senjata api, karena senjata api telah ditarik dari disimpan di ruang kepolisian. entahlah. aku masih bertanya di pagi ini, "sedang berada di ruang mana aku saati ini?"

[061217:10.45; dalam pagi menjelang]

No comments: